<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/34998749?origin\x3dhttp://myoldsneakers.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Mittwoch, Oktober 04, 2006

Ramadhan Tiba Penuh Makna

Cerita sore,

Dari :Ivonne Ryding

Subhanallah... ..

---Kisah: Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy

Suatu sore, ditahun 1525. Penjara tempat tahananorang-orang di situ serasa hening mencengkam. JendralAdolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis,tengah memeriksa setiap kamar tahanan.

Setiap sipir penjara membungkukkan badannyarendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu berlalu dihadapan mereka. Karena kalau tidak, sepatu 'jenggel'milik tuan Roberto yang fanatik Kristen itu akanmendarat di wajah mereka.

Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahananterdengar seseorang mengumandangkan suara-suara yangamat ia benci. "Hai...hentikan suara jelekmu!Hentikan...!" Teriak Roberto sekeras-kerasnya sembarimembelalakan mata.
Namun, apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanantadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya.Roberto bertambah berang.

'Algojo penjara' itu menghampiri kamar tahanan yangluasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang.Dengan congkak ia menyemburkan ludahnya ke wajah rentasang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Takpuas sampai di situ, ia lalu menyulut wajah danseluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yangmenyala.

Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluhkesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahananamat gengsi untuk meneriakkan kata, "Rabbi,waana'abduka..." Tahanan lain yang menyaksikankebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata,"Bersabarlah wahai ustadz...Insya Allah tempatmu diSyurga."

Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz olehsesama tahanan, 'algojo penjara' itu bertambahmemuncak amarahnya. Ia memerintahkan pegawai penjarauntuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itukeras-keras hingga terjerembab di lantai. "Hai orangtua busuk! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasajelekmu itu?! Aku tidak suka apa-apa yang berhubungdengan agamamu! Ketahuilah orang tua dungu, bumiSpanyol ini kini telah berada dalam kekuasaan bapakkami, Tuhan Yesus. Anda telah membuat aku benci dangeram dengan 'suara-suara' yang seharusnya tak pernahterdengar lagi di sini. Sebagai balasannya engkau akankubunuh. Kecuali, kalau engkau mau minta maaf danmasuk agama kami."

Mendengar "khutbah" itu orang tua itu mendongakkankepala, menatap Roberto dengan tatapan tajam dandingin. Ia lalu berucap, "Sungguh...aku sangatmerindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpaikekasihku yang amat kucintai, Allah. Bila kini akuberada di puncak kebahagiaan karena akan segeramenemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, haimanusia busuk? Jika aku turuti kemauanmu, tentu akutermasuk manusia yang amat bodoh."

Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Robertosudah mendarat diwajahnya. Laki-laki itu terhuyung.Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajahbersimbah darah. Ketika itulah dari saku bajupenjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'bukukecil'. Adolf Roberto bermaksud memungutnya.Namun,tangan sang Ustadz telah terlebih dahulumengambil dan menggenggamnya erat-erat. "Berikan bukuitu, hai laki-laki dungu!" bentak Roberto. "Haram bagitanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untukmenyentuh barang suci ini!" ucap sang ustadz dengantatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain,akhirnya Roberto, mengambil jalan paksa untukmendapatkan buku itu.

Sepatu lars berbobot dua kilogram itu ia gunakan untukmenginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telahlemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengarmenggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto.Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengargemeretak tulang yang terputus. Bahkan 'algojopenjara'itu merasa lebih puas lagi ketika melihattetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yangtelah hancur.

Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungutbuku kecil yang membuatnya penasaran. Perlahan Robertomembuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojoitu termenung. "Ah...sepertinya aku pernah mengenalbuku ini. Tapi kapan? Ya, aku pernah mengenal bukuini." suara hati Roberto bertanya-tanya.
Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Pemudaberumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejuttatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu.Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu.Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol.

Akhirnya, Roberto duduk disamping sang ustadz yangtelah melepas nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengissang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam. MataRoberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingatperistiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak.
Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalamingatan Roberto. Pemuda itu teringat ketika suatu soredi masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar dinegeri tempat kelahirannya ini.

******************************************************

Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan dilapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaummuslimin di Andalusia ). Di tempat itu tengahberlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwatak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia . Di hujungkiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab(jilbab)digantung pada tiang-tiang besi yangterpancang tinggi. Tubuh mereka bergelantungantertiup angin sore yang kencang, membuat pakaianmuslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara.Sementara, ditengah lapangan ratusan pemuda Islamdibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanyakarena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh pararahib.

Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuhtahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapanganInkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadabanitu telah syahid semua. Bocah mungil itu mencucurkanair matanya menatap sang ibu yang terkulai lemahditiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekatitubuh sang ummi yang sudah tak bernyawa, sembarimenggayuti ibunya. Sang bocah berkata dengan suaraparau, "Ummi, ummi, mari kita pulang. Hari telahmalam, bukankah ummi telah berjanji malam ini akanmengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa....?Ummi,cepat pulang ke rumah ummi..." Bocah kecil ituakhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak juamenjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, taktahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun iatak tahu arah.

Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya "Abi...Abi...Abi..." Namun, ia segera terhentiberteriak memanggil sang ba pak ketika teringatkemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapaorang berseragam.

"Hai...siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yangtiba-tiba mendekati sang bocah. "Saya Ahmad Izzah,sedang menunggu Ummi..." jawab sang bocah memohonbelas kasih. "Hah...siapa namamu bocah, coba ulangi!"bentak salah seorang dari mereka. "Saya AhmadIzzah..." sang bocah kembali menjawab dengan agakgrogi. Tiba-tiba plak! sebuah tamparan mendarat dipipisang bocah. "Hai bocah...! Wajahmu bagus tapi namamujelek. Aku benci namamu. Sekarang kuganti namamudengan nama yang bagus. Namamu sekarang 'AdolfRoberto' ..Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yangjelek itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nantiakan kubunuh!" ancam laki2 itu. Sang bocah meringisketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anaklaki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolanitu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnyabocah tampan itu hidup bersama mereka.

*******************************************************

Roberto sadar dari renungannya yang panjang. Pemudaitu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilatdirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sangustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-lakiitu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' iaberteriak histeris, "Abi...Abi...Abi..." Ia punmenangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu.

Fikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalammenggamannya adalah Kitab Suci milik bapanya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendakmenidurkannya. Ia jua ingat betul ayahnya mempunyai'tanda hitam' pada bahagian pusar. Pemudaberingas itu terus meraung dan memeluk erat tubuhrenta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yangamat dalam atas ulahnya selama ini.Lidahnya yang sudahberpuluh -puluh tahun alpa akan Islam, saat itu denganspontan menyebut, "Abi.. aku masih ingat alif, ba, ta,tsa..." Hanya sebatas kata itu yang masih terekamdalam benaknya.

Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan adatetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapansamar dia masih dapat melihat seseorang yang tadimenyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya.

"Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuhiAbi,tunjukkan aku pada jalan itu..." Terdengar suaraRoberto memelas. Sang ustadz tengah mengatur nafasuntuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya. Airmatanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika sekianpuluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempatberjumpa dengan buah hatinya, di tempat ini. Sungguhtak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.

Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap."Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Disana banyaksaudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal denganSyaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlahengkau di negeri itu," Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekalkalimah indah "Asyahadu anla Illaaha ilallah,waasyhaduanna Muhammad Rasullullah.." Beliau pergi denganmenemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lamaberjuang dibumi yang fana ini.

Kini Ahmad Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir.Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agamanya, 'Islam',sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempatdisandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagaipenjuru berguru dengannya... " Al-Ustadz Ahmad IzzahAl-Andalusy.

Benarlah firman Allah..."Maka hadapkanlah wajahmudengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrahAllah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnyaitu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulahagama yang lurus,tetapi kebanyakan manusia tidakmengetahui." (QS 30:30)

nashoong blogged at 4:40 PM
1 had commented | have yours?



VISITOR


PROFILE

moi c'est inasha.
cewek plegmatis yg melankolis.
mon friendster.

YM: inasha_vaseany
MSN: nashong.dingdong@hot

ARCHIVE


SHOUTBOX



--------

Indonesia Top Blog

KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia

World Top Blogs - Blog TopSites

BlogFam Community
JPB 3
Lomba Blogfam HUT Kemerdekaan RI ke 62





MES.COPINES/COPAINS


LA.MUSIQUE

Free Music
Free Music
Free Music

LOANED

DF & MUUUSAKI & DB!M (FOR INSPIRATION) & DAFONT